Nama :
Hasri Ainun Syahfir
Nim : 1792042008
Kelas/Prodi :
B/Pendidikan Akuntansi
KAMPUS, idealnya,
merupakan tempat berkembangnya segala bentuk pengetahuan. Diskusi-diskusi kecil
di sudut kampus, di dalam ruang kuliah, bahkan di kantin menjadi tempat dimana
gagasan diadu dan terus dikembangkan. Iklim yang penuh khasanah intelektual tersebut
menjadi fenomena yang tak terlepas dari semua unsur yang hidup dan beraktivitas
di dalam kampus. Di sana ada mahasiswa, dosen, birokrasi kampus dan beberapa
orang yang menggantungkan hidupnya sebagai pegawai atau pekerja. Dalam
perspektif konstruktivisme, proses transaksi ide-ide perubahan dan gagasan yang
revolusioner dari mahasiswa terbentuk dari interaksinya dengan semua elemen
yang ada di dalam kampus.
Mahasiswa, sebagai salah
satu unsur terpenting dalam kehidupan kampus, tentu memiliki hak untuk terlibat
dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan di kampus. Hak yang
dimaksud bukan hanya dimaknai bahwa mahasiswa berhak mendapatkan pendidikan
yang layak dengan ruangan belajar yang nyaman, wc yang tidak tersumbat, atau
perpustakaan yang penuh dengan referensi yang menyegarkan. Tapi, mahasiswa juga
berhak untuk terlibat dalam merumuskan kebijakan yang mendukung dalam
peningkatan kualitas intelektual, serta terlibat dalam mentransformasikan dan
memperbarui sistem pendidikan yang diterapkan agar sesuai dengan konteks zaman.
Singkatnya, mahasiswa sebagai bagian dari kampus menjadi pelaku aktif dalam
upaya pencapaian tujuan pendidikan yang mencerahkan dan mencerdaskan.
Kemudian, Semenjak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(UU-PT), Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) harus
mengubah statutanya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).
Kebijakan ini tentu memiliki efek terhadap nasib mahasiswa sebagai bagian dari
kampus. Hak mahasiswa atas kampus mulai tercerabuti. PTN-BH yang lahir dari
semangat untuk meliberalisasi pendidikan juga memasukkan beberapa gagasan untuk
memprivatisasi dan mengkomersialkan kampus. Ini cukup bermasalah, ketika kampus
yang dikenal sebagai institusi pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa, harus berbagi tempat dengan para kapitalis yang ingin membangun
pasarnya dalam kampus. Alhasil kampus menjadi lahan bisnis yang sangat subur
untuk mengeruk kekayaan bagi para kapitalis.
Berubahlah kampus yang
harusnya lebih dominan melakukan aktivitas untuk menunjang kualitas
intelektual, menjadi tempat diterapkannya serangkaian kebijakan seperti
privatisasi dan komersialisasi ruang-ruang pendidikan. Pembangunan yang
dilakukan lebih dominan untuk wilayah fisik seperti pembangunan WC, Perbaikan
AC dll, yang semuanya harus sesuai dengan standar Internasional agar kampus
bisa terakreditasi sebagai World Class University.
Belum lagi, Kebijakan
PTN-BH sebagai produk liberalisasi pendidikan tinggi mempersilahkan lembaga
perguruan tinggi negeri yang bersangkutan untuk mencari dana tambahan dalam
menjalankan aktivitas kampus (pembangunan infrastruktur, pembayaran listrik,
iuran air, membayar gaji dosen dan pegawai, dan lain-lain) dari pihak-pihak
luar kampus dikarenakan dana subsidi dari pemerintah secara perlahan dikurangi
sebagai implikasi dari kebijakan otonomi yang diberikan pemerintah pada kampus
yang bersangkutan. Dampaknya, di satu sisi pembangunan kampus ditujukan untuk
melayani kepentingan kelas menengah atas, pada saat bersamaan kampus sangat
tidak ramah terhadap masyarakat yang berada di kelas bawah.
PTN-BH yang juga
mengusung konsep otonomi memungkinkan para birokrat kampus untuk bertindak
otoriter dalam pengelolan kampus. Ketakutan itu terjadi ketika banyaknya aturan
yang dikeluarkan oleh para birokrat sama sekali tidak melibatkan mahasiswa
sebagai unsur penting dalam kampus. Belum lagi aturan yang dikeluarkan tersebut
sangat jauh dari rasionalitas. Seperti aturan larangan bagi mahasiswa yang berambut
gondrong untuk masuk ke dalam perpustakaan, larangan beraktivitas di malam hari
di kampus, larangan melakukan pengkaderan dan masih banyak lagi aturan yang
sama sekali tidak ada hubungannya dalam peningkatan kualitas intelektual
mahasiswa.
Dampak dari PTN-BH,
disadari atau tidak telah merampas hak mahasiswa untuk terlibat penuh dalam
segala aktivitas kehidupan di kampus, baik dalam rangka merumuskan kebijakan
yang akan diterapkan di kampus ataupun dalam meningkatkan kualitas pendidikan
sebagai alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mahasiswa harus sadar dengan
hak nya atas kampus. Mahasiswa juga harus sadar bahwa hak yang mereka miliki
tidak boleh dikebiri seenaknya oleh birokrasi kampus. Karena jika hal yang
demikian terjadi, maka usaha perampasan hak oleh para birokrat yang sudah
bergandengan dengan pihak swasta akan semakin leluasa di lakukan.
Hak atas kampus merupakan
upaya merebut kontrol atas kampus sebagai upaya perjuangan kelas yang
revolusioner. Pembangunan gerakan sosial yang progresif, massif, terorganisir,
dan tersistematis menjadi sangat penting untuk merebut kembali hak atas kampus.
Perspektif ini memberikan pandangan baru bahwa pengambil kebijakan tertinggi di
kampus adalah semua unsur itu sendiri, termasuk di dalamnya mahasiswa, yang
dengan aktif berpartisipasi secara kolektif. Dengan demikian, usaha merebut hak
atas kampus merupakan bagian dari perjuangan kelas yang revolusioner, yang
harus dibangun oleh gerakan mahasiswa.